Dinilai Diskriminatif Pada Penyandang Tunarungu, Mensos Risma Diminta Meminta Maaf
- Administrator
- Sabtu, 04 Desember 2021 16:53
- Trending
Dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional 2021 (3/12/2021), pernyataan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang meminta seorang penyandang disabilitas tuli untuk berkomunikasi dengan cara berbicara menggunakan mulutnya daripada berbahasa isyarat segera memantik kontroversi.
Tindakan tersebut dinilai telah menyinggung perasaan warga negara penyandang Disabilitas Rungu/Tuli di Indonesia dan diskriminasi berbasis audism atau bentuk pemikiran seseorang yang menganggap orang yang dapat mendengar lebih superior dibanding orang tuli.
Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Anti Audism pun berharap, Menteri Sosial bersedia untuk meminta maaf atas kekhilafannya, dan duduk bersama untuk berdiskusi agar bisa saling memahami dan bekerjasama sesegera mungkin.
Dalam siaran persnya, koalisi mengatakan, bahwa untuk mendukung penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, penting untuk memahami keunikan atau perbedaan cara seorang penyandang disabilitas berinteraksi dan berkomunikasi.
Bagi seorang disabilitas tuli mendapatkan informasi dengan cara visual, yaitu menggunakan indera penglihatan (mata), sehingga cara berkomunikasi dengan bahasa isyarat, dalam hal ini menggunakan Bisindo, harus dihormati dan difasilitasi. Pilihan komunikasi seseorang dengan menggunakan bahasa isyarat tidak boleh dilarang dan dipaksa untuk mengganti cara berkomunikasinya.
Peran pemerintah adalah menyediakan aksesibilitas dan akomodasi yang layak, seperti juru bahasa isyarat, juru ketik, dan alat bantu dengar (ABD), serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum terkait keragaman cara berkomunikasi, agar tercipta lingkungan yang inklusif.
Mensos Tri Rismaharini seperti dikutip dari KompasTV mengatakan, dirinya tidak memaksa anak tunarungu untuk bicara, namun berupaya untuk mengecek apakah alat bantu dengar bantuan dari Kemensos itu bisa berfungsi maksimal sekaligus ingin mengoptimalkan kemampuan anak tersebut untuk bicara.
“Itu memang pilihan, mau bicara atau tidak tetapi di titik tertentu, yang utama adalah dia harus survive,” imbuh Mensos Risma. (SI)